BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam
bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn orang yang pertama kali Untuk mewujudkan
pemabngunan yang sesuai dengan nilai-nilai pansila perlu adanya sebuah konsep
yang kuat demi proses yang dan hasil maksimal yaitu dengan paradigma. Paradigma
sendiri memilki arti sebuah asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum
( merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu penegetahuan yang sangat menentukan sifat , ciri serta karakter ilmu penetahuan itu sendiri. Paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, tolok ukur, parameter kerangka berpikir dan bertindak, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu atau berbagai bidang pembangunan. Apabila pancasila dijadikan paradigma berarti panasila itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan dari sebuah kegiatan. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka berpikir, sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka tujuan bagi yang menyandangnya.
( merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu penegetahuan yang sangat menentukan sifat , ciri serta karakter ilmu penetahuan itu sendiri. Paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, tolok ukur, parameter kerangka berpikir dan bertindak, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu atau berbagai bidang pembangunan. Apabila pancasila dijadikan paradigma berarti panasila itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan dari sebuah kegiatan. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka berpikir, sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka tujuan bagi yang menyandangnya.
B.
Rumusan Masalah
·
Bagaimana cara mengaplikasikan pancasila sebagai paradigma pembangunan
pada mahasiswa ?
·
Bagaimana memahami 8 bidang pancasila sebagai paradigma pembangunan ?
C.
Tujuan
Memahami dan mengaplikasikan pancasila sebagai
paradigma pembangunan yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
hukum, hankam, kehidupan antar umat beragama, pengembangan ipteks, dan
paradigma dalam kehidupan kampus.
BAB II
RESUME
A.
Ringkasan
Pengertian Paradigma
Kata paradigma berasal
dari bahasa Inggris “paradigm” yang berarti model, pola, atau contoh.
Paradigma juga berarti suatu gugusan sistem pemikiran, cara pandang,
nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara pemecahan masalah yang
dianut suatu masyarakat tertentu. Pancasilaa dalah paradigma, sebab Pancasila
dijadikan landasan, acuan, metode, nilai, dan tujuan yang ingin dicapai dalam
program pembangunan. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan, artinya Pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang
merupakan kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan nasional.
Secara filosofis, hakikat kedudukan pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam
segala aspek pembangunan pembangunan nasional kita harus berdasarkan pada
hakikat nilai-nilai pencasila.Nilai-nilai dasar pancasila itu dikembangkan atas
dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut pancasila adalah makhluk
monopluralis.kodratmanusia yang mono-pluralis tesebut mempunyai cirri-ciri,
antara lain:
Susunan kodrat manusia trdiri atas jiwa dan raga.
Sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu sekaligus social . Kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan. Pembangunan
dilaksanakan di berbagai bidang yang menakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Paradigma pembangunan meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum,
hankam, bidang kehidupan umat beragama maupun paradigma kehidupan kampus.
1 . Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
1 . Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Politik
sangat berperan penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia, karena
sistem politik negara harus berdasarkan hak dasar kemanusiaan, atau yang lebih
dikenal dengan hak asasi manusia. Sehingga sistem politik negara pancasila mampu
memberikan dasar-dasar moral, diharapakan supaya para elit politik dan
penyelenggaranya memiliki budi pekerti yang luhur, dan berpegang pada cita-cita
moral rakyat yang luhur. Sebagai warga negara indonesia manusia harus
ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik, bukan sekedar objek politik
yang diharapkan kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Kekuasaan adalah dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena Pancasila sebagai paradigma dalam
berpolitik, maka sistem politik di indonesia berasaskan demokrasi, bukan otoriter.
Berdasar
pada hal diatas, pengembangan politik di indonesia harus berlandaskan atas
moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan
moral keadilan, apabila pelaku politik baik warga negara maupun penyelenggaranya
berkembang atas dasar moral tersebut maka akan menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral yang baik.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik, artinya bahwa
nilai-nilai pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia diimplementasikan
sebagai berikut :
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial
mencakup keadilan politik, budaya agama dan ekonomi dalam kehidupan
sehari-hari.
Mendahulukan kepentingan rakyat/demokrasi dalam
pengambilan keputusan.
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan
perioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan bangsa.
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan
menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Nilai-nilai kejujuran, toleransi harus bersumber
pada nilai-nilai ketuhanan YME.
2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan Paradigma Pancasila
dalam pembangunan ekonomi, maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada
nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mandasarkan
pada moralitas ketuhanan(sila I) dan kemanusiaan(II). Hal ini untuk menghindari
adanya pengembangan ekonomi yang cenderung mengarah pada persaingan bebas,
yaitu yang terkuat dialah yang akan menang, seperti yang pernah terjadi pada
abad ke-18, yaitu tumbuhnya perekonomian kapitalis. Dengan adanya kejadian pada
abad ke-18 tersebut, maka eropa pada awal abad ke-19 bereaksi untuk merubah
perkembangan ekonomi tersebut menjadi sosialisme komunisme, yang berjuang untuk
nasib rakyat proletar yang sebelumnya ditindas oleh kaum kapitalis.
Ekonomi yang humanistik mendasarkan
pada tujuan demi mensejahterakan rakyat luas, sistem ekonomi ini di kembangkan
oleh mubyarto, yang tidak hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi
kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi adalah memenuhi
kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera, oleh sebab itu kita
harus menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli dan yang lainnya yang
berakibat pada penderitaan manusia dan penindasan atas manusia satu dengan
lainnya.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan ekonomi lebih mengacu pada sila keempat pancasila. Sementara
pembangunan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan sistem ekonomi Indonesia.adapun
tujuan ekonomi untuk memmenuhi kebutuhan manusia
agar lebih sejahtera, maka ekonomi harus menghindarkan diri dari persaingan
bebas, dari monopoli, ekonomi harus menghindari yang menimbulkan penderitaan
manusia dan yang menimbulkan penindasan manusia satu dengan yang lain.
Langkah
yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada
ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nlai pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut:
Keamanan
pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program “social
safety net” yang popular dengan program jaringan pengamanan social (JPS). Program
rehablitas dan pemulihan ekonomi. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat
ekonomi rakyat maka perlu diciptakan system untuk mendorong percepatan
perubahan struktur
3.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Pancasila
pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang Pancasila berdasar pada
hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang
dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab, yang diharapkan menghasilkan manusia
yang berbudaya dan beradab.
Dalam
rangka melakukan reformasi disegala bidang, hendaknya indonesia berdasar pada
sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa
indonesia itu sendiri yaitu nilai pancasila yang merupakan sumber normatif bagi
peningkatan humanisasi khususnya dalam bidang sosial budaya. Sebagai kerangka
kesadaran pancasila dapat merupakan dorongan untuk ;
1.
Universalisasi, yaitu
melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur
2.
Transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat
kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual (koentowijoyo,1986)
Dengan demikian proses humanisasi
universal akan dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya demi kepentingan
kelompok sosial tertentu yang diharapkan mampu menciptakan sistem sosial budaya
yang beradab.
Berdasar sila Persatuan Indonesia
pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai
sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah nusantara menuju pada
tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Pengakuan serta penghargaan terhadap
budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa sangat diperlukan sehingga
mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa, dengan demikian
pembangunan sosial budaya tidak akan menciptakan kesenjangan, kecemburuan,
diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
4. Pancasila
sebagai Paradigma Hankam
Salah satu tujuan bernegara adalah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, hal ini
mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya terletak pada
penyelenggara negara semata, akan tetapi juga rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Atas dasar tersebut sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut
sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem partahanan dan keamanan Indonesia
disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab
merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan negara. Maka dari itu
pertahanan dan keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi terjaminya
harkat dan martabat manusia, terutama secara rinci terjaminya hak-hak asasi
manusia.
Dengan
adanya tujuan tersebut maka pertahanan keamanan negara harus dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, guna mencapai tujuan
yaitu demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan YME
(sila II), Pancasila juga harus mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga
sebagai warga negara (Sila III), pertahanan keamanan harus mampu menjamin
hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (sila IV) dan
akhirnya pertahanan keamanan haruslah diperuntukkan demi terwujudnya keadilan
keadilan dalam hidup masyarakat atau terwujudnya suatu keadilan sosial, dan diharapkan
negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai negara hukum
dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan sehingga
mengakibatkan suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
5, Pancasila sebagai Paradigma pembangunan
di bidang hukum
Dengan ditetapkannya UUD 1945 , Negara kesatuan
republic Indonesia telah memiliki sebuah konstitusi, yang didalamnya terdapat
pengaturan tiga kelompok materi muatan konstitusi, yaitu adanya perlindungan
terhadap HAM, adanya susunan ketatanegaraan yang mendasardan adanya pembagian
dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.
Negara hanya dapat disebut negara hukum apabila hukum yang diikutinya adalah
hukum yang baik dan adil. Begitu juga dengan Indonesia. Negara Indonesia adalah
negara hukum, seperti yang tertuang dalam UUD’45 BAB 1 Pasal 1 ayat 3.
Pancasila pantas dijadikan sebagai landasan hukum karena Pancasila merupakan
konsensus filsafat yang akan melandasi dan memberikan arah bagi sikap dan cara
hidup bangsa Indonesia.
Sistem hukum di Indonesia menurut wawasan Pancasila merupakan bagian integral
dari keseluruhan sistem kehidupan masyarakat sebagai satu keutuhan melalui
berbagai pengaruh dan interaksinya dengan sistem-sistem lainnya.
Menurut Soerjanto Poespowardojo (1898) Pancasila
sebagai ideologi nasional memberikan ketentuan mendasar, yakni: 1) Sistem hukum
dikembangkan berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumbernya, (2) Sistem
hukum menunjukkan maknanya, yaitu mewujudkan keadilan, (3) Sistem hukum
mempunyai fungsi untuk menjaga dinamika kehidupan bangsa, (4) Sistem hukum
menjamin proses realisasi diri bagi warga Indonesia dalam proses pembangunan.
Dilihat dari arti dan makna sila Pancasila yang
berkaitan dengan hukum adalah sebagai berikut:
1. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi
diwajibkan memeluk agama sesuai dengan hukum yang berlaku.
Negara memberi fasilitator bagi tumbuh suburnya
agama, iman warga negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik agama
Dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat
yang berdasarkan Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama
masing-masing.
2. Sila kedua,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yaitu:
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak
lemah, hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan
dan peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan (hukum)
yang kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan.Keadilan diwujudkan berdasarkan
hukum.
Prinsip keadilan dikaitkan dengan hukum, karena
keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan masyarakat
Manusia mempunyai derajat yang sama dihadapan
hukum.
3. Sila ketiga, Persatuan
Indonesia, yaitu:
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan
negara dan bangsa.
4. Sila keempat,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, yaitu:
Hukum di Indonesia menganut asas demokrasi, dalam
arti umum, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Perbedaan secara umum, demokrasi di barat dan di
Indonesia terletak pada permusyawaratan, yaitu mengusahakan keputusan bersama
secara bulat untuk mencapai mufakat, kemudian mengambil tindakan bersama.
5. Sila kelima, Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yaitu:
Keadilan dalam hukum yang berarti adanya
persamaan, penyetaraan dari berbagai kalangan.
Perlindungan negara terhadap kelompok yang lemah
agar masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya
Dari kelima sila tersebut, terdapat beberapa
point yang merupakan acuan paradigma pembangunan hukum.
6.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan umat Beragama
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan kehidupan umat beragama bangsa Indonesia sejak
dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi
cermin kepribadian bangsa kita dimata dunia Internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk,
bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan
agama. Kemudian terjalin kerjasama guna merain dan mengisi kemerdekaan republik
Indonesia.
Namun
akhir-akhir ini bangsa Indonesia
mengalami adanya suatu kemunduran, yaitu kehidupan beragama yang tidak
berkemanusiaan. hal ini dapat kita lihat adanya suatu kenyataan banyak
terjadinya konflik sosial pada masalah-masalah SARA, terutama pada masalah
agama, sebagai contoh tragedi di Ambon,
Poso, Medan, Mataram, Kupang, dan masih banyak lagi daerah yang lain yang
terlihat semakin melemahnya toleransi dalam kehidupan beragama sehingga
menyimpang dari asas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pancasila
telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa untuk
dapat hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia tercinta
ini. Sebagai makhluk Tuhan YME manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan YME
dimanapun mereka hidup. Akan tetapi Tuhan menghendaki kehidupan manusia yang
penuh kedamaian dengan hidup berdampingan, saling menghormati, meskipun Tuhan
menciptakan adanya perbedaan, berbangsa-bangsa, bergolong-golong, berkelompok,
baik sosial, politik, budaya maupun etnis tidak lain untuk kehidupan yang damai
berdasar pada kemanusiaan.
Dalam
Pokok Pikiran IV, negara menegaskan bahwa, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini berarti bahwa
kehidupan dalam negara berdasar pada nilai-nilai ketuhanan, dengan memberikan
kebebasan atas kehidupan beragama atau dengan menjamin atas demokrasi dibidang
agama. Setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran yang sesuai dengan keyakinan
masing-masing dengan mendasarkan pergaulan kehidupan dalam beragama atas
nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berdasar bahwa pemeluk agama adalah
bagian dari umat manusia di dunia. Maka sudah seharusnya negara Indonesia
mengembangkan kehidupan beragama ke arah terciptanya kehidupan bersama yang
penuh toleransi, saling menghargai berdasar pada nilai kemanusiaan yang
beradab.
7. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek
Pengembangan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) merupakan salah satu syarat menuju
terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang maju dan modern. Pengembangan dan
penguasaan iptek menjadi sangat penting, manakala dikaitkan dengan kehidupan
global yang ditandai dengan persaingan. Namun demikian pengembangan iptek bukan
semata-mata untuk mengejar kemajuan meterial melainkan harus memperlihatkan
aspek-aspek spiritual. Artinya, pengembangan iptek harus diarahkan untuk
mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Dengan pemikiran diatas dapat kita
ketahui adanya tujuan essensial daripada iptek, yaitu demi kesejahteraan umat
manusia, sehingga pada hakikatnya iptek itu tidak bebas nilai, melainkan
terikat oleh nilai.
Pancasila merupakan satu kesatuan
dari sila silanya harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta asas
moralitas bagi pembangunan iptek. Sebagai bangsa yang memiliki pandangan hidup
pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan iptek harus didasarkan
atas paradigma pancasila. Apabila kita melihat sila demi sila menunjukkan
sistem etika dalam pembangunan iptek.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, perimbangan antara rasional
dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Sila ini menempatkan manusia di
alam semesta bukan merupakan pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik
dari alam yang diolahnya (T. Jacob, 1986), dapat disimpulkan berdasarkan sila
ini iptek selalu mempertimbangkan dari apa yang ditemukan, dibuktikan, dan
diciptakan, adakah kerugian bagi manusia.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, menekankan bahwa iptek haruslah bersifat beradab dan bermoral, sehingga terwujud hakikat tujuan iptek yaitu, demi kesejahteraan umat manusia. Bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia melainkan harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, menekankan bahwa iptek haruslah bersifat beradab dan bermoral, sehingga terwujud hakikat tujuan iptek yaitu, demi kesejahteraan umat manusia. Bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia melainkan harus diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila Persatuan Indonesia, memberikan
kesadaran kepada bangsa indonesia bahwa rasa nasionalime bangsa indonesia
akibat dari adanya kemajuan iptek, dengan iptek persatuan dan kesatuan bangsa
dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah
diberbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan iptek. Oleh
sebab itu iptek harus dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan
bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia indonesia
dengan masyarakat internasional.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Disini ilmuwan tidak hanya ditempatkan untuk memiliki kebebasan dalam pengembangan iptek, namun juga harus ada saling menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan bersikap terbuka untuk menerima kritikan, atau dikaji ulang dan menerima perbandingan dengan penemuan teori lainya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, iptek didasarkan pada keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubunganya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkunganya (T. Jacob, 1986).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sila-sila pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Disini ilmuwan tidak hanya ditempatkan untuk memiliki kebebasan dalam pengembangan iptek, namun juga harus ada saling menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan bersikap terbuka untuk menerima kritikan, atau dikaji ulang dan menerima perbandingan dengan penemuan teori lainya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, iptek didasarkan pada keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubunganya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam lingkunganya (T. Jacob, 1986).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sila-sila pancasila harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
8. implementasi
pancasila sebagai aradigma dalam kehidupan kampus
implementasi pancasila sebagai paradigma
dalam kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas
kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan negara.Kampus juga
harus memerlukan tatanan pembangunan seperti pembangunan tatanan negara yaitu
politik, ekonomi, sosial budaya, hankam, hukum, antar umat beragamadan ipteks.
Untuk mencapai tujuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhuk tuhan Yang Maha Esa.
Kampus sebagai lahan pengembangan iptek, pada hakikatnya merupakan hasil
kreativitas rohani manusia.
Unsur
jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang
mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus
untuk mencapai tujuan bersama. Pembangunan yang merupakan realisasi praktis dalam
kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahasiswa harus berdasarkan hakikat
manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu
hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu
sendiri.
B.
Substansi
Istilah
paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara
terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure Of
Scientific Revolution”, paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis
yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum,
metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat,
ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma
adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigm sebagai alat
bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus
dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana
yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.
Hakikat
manusia merupakan sumber nilai bagi pengebangan POLEKSOSBUD-HANKAM. pembangunan
secara hakikatnya membangun manusia secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat
manusia monopluralis dalam membangun martabat manusia. Pada hakikatnya
reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaran kearah sumber nilai yang
merupakan plat form kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini
diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun
orde baru.
Paradigma
menempati posisi tinggi dan penting
dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. pancasila sebagai
paradigma, artinya nilai-nilai pancasila secara normatife menjadi dasar,
kerangka acuan dan tolak ukur segenap aspek pembangunan nasional yang
dijalankan di Indonesia
Tujuan
Negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu “melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”, hal ini merupakan tujuan negara
hukum formal. Adapun rumusan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa”, hal ini merupakan tujuan negara hukum material yang secara keseluruhan sebagai
tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan social. Secara filosofis, hakikat kedudukan pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala
aspek pembangunan pembangunan nasional kita harus berdasarkan pada hakikat
nilai-nilai pencasila. Nilai-nilai dasar pancasila itu dikembangkan atas dasar
hakikat manusia. Hakikat manusia menurut pancasila adalah makhluk monopluralis.
Kodrat manusia yang mono-pluralis tesebut mempunyai cirri-ciri, antara lain:
·
Susunan kodrat manusia trdiri atas jiwa dan raga
·
Sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu sekaligus social
·
Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan
·
Pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang menakup seluruh aspek
kehidupan manusia.
Paradigma
pembangunan meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, hankam,
bidang kehidupan umat beragama maupun paradigma kehidupan kampus.
BAB III
KONTEKSTUAL
1.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Salah stu bentuk pertisipasi politik adalah
menggunakan hak pilih dalam pemilu Bentuk lain dari partisipasi adalah
keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan termasuk juga peluang untuk ikut
serta dalam pelaksanaan maupun pengawasan keputusan. Untuk melihat bagaimana
tanggapan masyarakat indonesia terhadap pembangunan politik yang terjadi pasca
reformasi, dapat kita Indeks Hak memilih dan dipilih adalah 50,05 dan untuk
variabel Partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan 55,16.
Terlihat keduanya mempunyai indeks yang hampir sama yang menunjukkan rendahnya
indeks bagi kedua variabel tersebut. Rendahnya angaka untuk antusiasme
berpolitik memiliki dua kemungkinan penafsiran.Pertamaadlah tingginya tingkat
kepuasan masyarakat atas penyelenggaraan negara. Sedangkan untuk negara
berkembang seperti indonesia partisipasi yang rendah dapat pula menunjukkan
legitimasi yang rendah pula.Beberapa demonstrasi yang anarkis memberikan
gambaran mengenai ketidakpuasan masyarakat atas kinerja pemerintah. Apalagi
janji-janji perbaikan pasca reformasi tidak juga terbukti.
2.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Kemiskinan dan kesenjangan Ekonomi, menurut
statistik pada tahun 1991-1992, diperkirakan lebh dari 100 juta orang indonesia
yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Jika dianggap tidak ada perbedaan
garis kemiskinan antara kota dan desa, diambil angka RP 1000 pengeluaran sehari
seorang atau Rp 30.000 sebulan seorang sebagai garis kemiskinan, maka dibawah
garis tersebut ada 120 juta yang masih miskin, yaitu di kota 20 juta dan di
desa 100 juta orang. Jika diambil garis kemiskinan yang lebih rendah yaitu Rp
500 sehari seorang atau Rp 15.000sebulan seorang, maka akan terdapat 28 juta
orang miskin, yaitu 2 juta di kota an 26 juta di desa. Peneluaran ini belum
termasuk untuk pendidikan dan kesehatan. Belum lagi, jika diperhitungkan untuk
suatu keluarga yang terdiri dari 4 orang. Tentu pengeluarannya sehari jauh
lebih besar dari pada sekedar 4 kali Rp 30.000. Keadaan sekarang diperkirakan
tidak berbeda jauh dari itu. Dta bisnis juga menunjukkan kesenjangan ekonomi
yang sangat besar antara mereka yang miskin di atas dengan yang kaya raya.
Grup-grup perusahaan yang tergabung dalam 200 konglomerat Indonesia
menghasilkan omset sebesar ekivalen dengan 80% dari pendapatan nasional.
Kesenjangan pendapatan juga terjadi antara sektor pertanian pedesaan dan sektor
industri-perkotaan. Kesenjangan yang sangat tajam juga terjadi antara jawa dan
luar jawa, dan antara kawasan Indonesia Timur dan kaawasan Indonesia Barat.
Masalah kemiskinan dan kesenjangan ini bisa menimbulkan friksi-friksi sosial
yang bisa merusak hasil pembangunan selam ini.
3.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembanguan Sosial Budaya
Hampir disemua persimpangan jalan kita bisa
menemukan sekumpulan anak jalanan yang sedang melakukan aktifitasnya, dari
mulai mengamen, menjual koran, pedagang asongan, atau sekedar bermain-main
ditrotoar jalanan. Menurut hasil Laporan Penelitian ”Kaji ulang situasi anak
jalanan Kota Medan dan Pengembangan Program Aksi” yang dilakukan oleh Pusat
Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) tahun 2010, mayoritas anak jalanan adalah
laki-laki sebanyak 79%, sementara anak jalanan perempuan 21%. Anak-anak
tersebut memiliki jam kerja yang panjang rata-rata 5-11 jam (53%), bahkan 22%
anak merupakan kelompok anak yang hidup dijalanan dengan waktu dijalan antara
12-24 jam. Meski anak-anak ini bekerja dijalanan namun sebagiannya masih
berstatus sekolah, sedikitnya ada 48,2% anak yang sekolah. Ada berbagai faktor
yang mempengaruhi anak sehingga bisa menghabiskan sebagian besar waktunya
berada dijalan. Faktor yang mempengaruhi biasanya tidak bersifat tunggal namun
saling berhubungan dan saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya.
Faktor ekonomi keluarga yang kurang mampu akan menuntut anak-anak untuk ikut
menanggulanginya, atau paling tidak mengusahakan sendiri kebutuhan dirinya
seperti untuk mendapatkan uang sekolah atau uang jajan. Faktor lingkungan,
dimana sebagian seperti dengan menjadi tukang semir sepatu,pengamen, menjual
koran dan bahkan dengan meminta-minta.
4.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Hankam
Mengacu pada UUD 1945 pasal 30, di indonesia
masih terdapat banyak pelanggaran-pelanggaran nasional maupun internasional di
bidang pertahan dan keamanan nasional. Salah satu kasus menyangkut kurangnya
pelaksanaan hak dan kewajiban secara maksimal adalah kasus pulau ambalat yang
terjadi diwilayah perbatasan laut indonesia.Kasus ini disebabkan karena
bertambahnya jumlah penduduk di dunia mendorong perebutan wilayah yang kaya
akan sumber daya alam, kemudian beberapa faktor lain yang harus diperhatikan lebih
lanjut diantaranya wilayah perbatasn indonesia dengan 9 negara tetangga belum
terselesaikan dalam kata lain Indonesia belum memiliki perbatasan yang jelas
dengan negara tetangga. Selanjutnya kualitas pertahanan dan keamanan nasional
yang disebabkan karena kurangnya pemberian hak-hak kepda alat pertahanan
negara.
5.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Hukum
Nama yang akhir-akhir ini mencuat
karena namanya disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji memiliki
uang sebesar Rp 25 miliar dalam rekening pribadinya. Hal tersebut sangat
mencuri perhatian karena Gayus Tambunan hanyalah seorang PNS golongan III A
yang mempunyai gaji berkisar antara 1,6-1,9 juta rupiah saja.
Lelaki
yang memiliki nama lengkap Gayus Halomoan Tambunan ini bekerja di kantor pusat
pajak dengan menjabat bagian Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak.
Posisi yang sangat strategis, sehingga ia dituduh bermain sebagai makelar kasus
(markus). Kasus pun berlanjut karena di duga banyak pejabat tinggi Polri yang
terlibat dalam kasus Gayus. Gayus dijadikan tersangka oleh Polri pada November
2009 terkait kepemilikan uang yang mencurigakan di rekeningnya mencapai Rp 25
miliar. Gayus terindikasi melakukan pidana korupsi, pencucian uang, dan
penggelapan senilai Rp 395 juta.
6.
Pancasila Sebagai Pardigma Pembangunan Kehidupan Umat beragama
Konflik agama tidak saja terjadi antar agama yang
berbeda atau yang yang dikenal dengan istilah konflik antar agama
(inter-religious conflict) tetapi sering terjadi konflik antara umat dalam satu
agama atau konflik intra agama (intra-religious conflict)
Munculnya bebagai kasus terkait dengan persoalan keagamaan, yang dipicu oleh beberapa hal antara lain :
Munculnya bebagai kasus terkait dengan persoalan keagamaan, yang dipicu oleh beberapa hal antara lain :
a) Pelecehan/penodaan agama melalui penggunaan
simbol-simbol, maupun istilah-istilah keagamaan dari suatu agama oleh pihak
lain secara tidak bertanggung jawab
b) Fanatisme
agama yang sempit. Fanatisme yang dimaksud adalah suatu sikap yang mau menang
sendiri serta mengabaikan kehadiran umat beragama lainnya yang memiliki
cara/ritual ibadah dan paham agama yang berbeda.
c) Diskomunikasi dan miskomunikasi antar umat
beragama. Konflik dapat terjadi karena adanya miskomunikasi (salah paham) dan
dikomunikasi (pembodohan yang disengaja) Alamsyah Ratu Perwiranegara menyatakan : Kita
sebagai bangsa Indonesia mempunyai lima titik temu yang mempersatukan bangsa
Indonesia, yaitu Satu bangsa, satu bahasa, satu negara, satu pemerintahan dan
satu ideologi Pancasila. Yang berbeda hanya agama dan titik temu yang berbeda
ini tidak boleh mengalahkan lima titik temu yang mempersatukan kita sebagai
bangsa Indonesia. Oleh karena itu lima titik temu harus dapat terus mewarnai
kehidupan bersama.
7.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembngunan IPTEKS
Ragam kegiatan penelitian dan
pengembangannya. Kemitraan antara industri dan dunia usaha dengan lembaga
litbang masih lemah. Walaupun sebenarnya di tingkat nasional telah dilakukan
berbagai investasi untuk mengembangkan lembaga litbang, laboratorium
penelitian, dan pusat-pusat pelayanan teknologi, namun dampaknya terhadap
perkembangan industri belum meluas.Perkembangan Iptek akan betul-betul
bermanfaat bagi kesejahteraan manusia jika permasalahan tersebut segera
diatasi. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pokok-pokok kebijakan
(Rahardi Ramelan:2007), sebagai berikut:
1.
Mengembangkan nilai-nilai Iptek dan membentuk budaya
Iptek di masyarakat
2.
Mendorong
kemitraan riset
3.
Mempercepat upaya manufaktur progresif
4.
Meningkatkan mutu produk dan proses produksi,
produktivitas, efisiensi, dan inovasi dalam penguasaan Iptek
5.
Meningkatkan kualitas, kuantitas, dan komposisi
sumber daya manusia Iptek
6.
Mengembangkan penataan dan pengelolaan kelembagaan
Iptek.
Kebijaksanaan tersebut tidak
lain adalah untuk mengembangkan nilai-nilai dan budaya Iptek di masyarakat.
Oleh karena itu nilai-nili dan budaya Iptek harus dikenalkan kepada masyarakat
sedini mungkin, baik melalui lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun
lingkungan masyarakat. Adapun tekananya adalah membentuk sumber daya manusia
yang memiliki kemampuan memanfaatkan, menyebarluaskan pemahaman, dan penerapan
asas Iptek. Selain itu juga mengembangkan sikap menghargai ilmuwan yang
berprestasi dalam bidang Iptek.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus
ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik.
Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang
bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan
tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah
sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar
hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila
IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada
asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara
berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan,
moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral
keadilan.Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral.
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila
bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan
dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya
dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
• Penerapan dan
pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi)
bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan
sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan
persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan
keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini,
implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga
(civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik,
agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial.
Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:
~nilai toleransi;
~ nilai transparansi
hukum dan kelembagaan;
~nilai kejujuran dan
komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan
konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan
ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada
pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas
ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem
ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat
manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk
tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi
liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia
lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem
sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan
manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan
menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat
secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem
ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga
tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri
dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya
akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga
negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi
atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi
harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu
mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga
masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada
ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan
ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program
kongkrit pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih
mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.Dengan demikian,
Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi,
sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi
Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan
pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan
kepastian hukum.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial
Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena
memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu
sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan
harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam,
brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia
adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi
harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat
mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya
dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa
dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial
budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa
paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya
perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak
asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang
sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman
kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah
pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah
dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga
ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan
dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila
itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai
kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun
golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh
segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan,
maupun golongannya
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan
tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai
satu bangsa yang berdaulat
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi
landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
4.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Hankam
Ketahanan nasional Indonesia akan semakin kuat dan
kokoh, jika dilakukan upaya pembinaan dan pengembangan terhadap setiap aspek
(gatra) secara terencana, terpadu, dan berkesinambungan. Pembinaan ketahanan
nasional dilakukan dengan menggunakan pendekatan Asta Gatra 9 delapan aspek),
yang merupakan keseluruhan dari aspek-aspek kehidupan bangsa dan negara
Indonesia.Pembinaan terhadap aspek sosial penting dilakukan sebab aspek ini
bersifat dinamis, lebih mudah berubah dan termasuk dalam intagible factor.
Pembinaan terhadap aspek ideologi, yakni ideolgi pancasila yang beraitan dengan
5 dasar yang dikandungnya, yang terjabarkan dalam nilai Instrumental dalam UUD
1945. Amandemen atas UUD 1945 serta adnya rencana perubahan yang akan datang
harus terus dapat dikembalikan pada nilai dasar pancasila. Dalam hal ini
pancasila tetap ditempatkan sebagai kaidah penuntun hukum, termasuk UUD 1945.
Sebagai cita hukum, pancasila harus tetap diletakkan sebagai fungsi konstitutif
dan regulatif bagi norma hukum indonesia.
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini
mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara
negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar
tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh
komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).Sistem pertahanan
yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya
nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala
ancaman.
Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan
pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai
pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila
sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan
Negara.Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik
tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin
keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI
telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga
kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
(1)adanya perlindungan
terhadap HAM,
(2) adanya susunan
ketatanegaraannegara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan
pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD
1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan
bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan
yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya,
Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan
dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum
tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan
perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila
Pancasila dasar negara). Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma
pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang
akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha
Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan
harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam
Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum
responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat)
6. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat
Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan
santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata
dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural.
Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin
kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita. Namun
akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena
ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa
yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini
karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di
Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga
apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka
seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna
terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya
adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam,
meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang
teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan
beragama.
Lima prinsip tersebut
mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan
kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas
suku dan agama;
2) pemupukan semangat
persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta
saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan
Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya,
mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada
bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas
agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang
berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke
arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.Dalam
beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan
majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan
antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti
“Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan
Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan
umat beragama dalam masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup
antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu
membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah
interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian,
pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang
indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi
manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal
budi, yang kreatif, yang berbudaya.
7.
Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan IPTEKS
Kini ilmu pengetahuan bersam anaknya IPTEK, dengan
temuan-temuannya melaju pesat, mendasar, spektakuler. Iptek tdak lagi hanya
sebagai saran akehidupan tetapi sekaligus sebagai kebutuhan kehidupan manusia.
Bersamaan dengan itu iptek telah menyentuh seluruh sendi kehidupan, dan akan
merombak budaya manusia secara intensif, yang berakibat terjadinya perbenturan
tata nilai dalam aspek kehidupan. Fenomena peromabakan tersebut seperti dari
budaya agraris-tradisional dan budaya industri modern, peran mitos digeser oleh
peran logos/akal.
8.
Implementasi Pancasila sebagai
Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut kami, implementasi pancasila sebagai
paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila
diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara.
Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara
yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.Untuk mencapai
tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk
pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani
manusia.
Unsur
jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang
mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus
untuk mencapai tujuan bersama.Pembangunan yang merupakan realisasi praksis
dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada
hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh
karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan
kampus itu sendiri.
No comments:
Post a Comment