Pembiasan cahaya pada antar muka antara dua medium dengan
indeks bias berbeda, dengan n2 > n1. Karena kecepatan
cahaya lebih rendah di medium kedua (v2 < v1), sudut
bias θ2 lebih kecil dari sudut datang θ1; dengan kata
lain, berkas di medium berindeks lebih tinggi lebih dekat ke garis normal.
Hukum Snellius adalah rumus matematika yang meberikan hubungan antara
sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui
batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara dan gelas. Nama hukum
ini diambil dari matematikawan Belanda Willebrord Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga
dikenal sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan.
Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus sudut datang dan
sudut bias adalah konstan, yang tergantung pada medium. Perumusan lain yang ekivalen adalah nisbah sudut datang
dan sudut bias sama dengan nisbah kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan nisbah indeks bias.
Lambang
merujuk pada sudut
datang dan sudut bias,
dan
pada kecepatan cahaya sinar datang dan sinar bias. Lambang
merujuk pada
indeks bias medium yang dilalui sinar datang, sedangkan
adalah indeks bias medium yang dilalui sinar bias.
Hukum Snellius dapat digunakan untuk menghitung sudut
datang atau sudut bias, dan dalam eksperimen untuk menghitung indeks bias suatu bahan.
Pada tahun 1637, René Descartes secara terpisah menggunakan argumen heuristik kekekalan momentum dalam bentuk sinus dalam tulisannya Discourse
on Method untuk menjelaskan
hukum ini. Cahaya dikatakan mempunyai kecepatan yang lebih tinggi pada medium yang lebih padat karena cahaya adalah gelombang yang timbul akibat terusiknya plenum, substansi
kontinu yang membentuk alam semesta. Dalam bahasa Perancis, hukum Snellius disebut la loi de Descartes
atau loi de Snell-Descartes.
Sebelumnya, antara tahun 100 hingga 170 Ptolemeus dari Thebaid menemukan hubungan empiris sudut bias yang hanya akurat
pada sudut kecil.[1] Konsep hukum Snellius pertama kali dijelaskan secara matematis
dengan akurat pada tahun 984 oleh Ibn Sahl dari Baghdad dalam manuskripnya On Burning Mirrors and Lenses[2][3]. Dengan konsep tersebut Ibn Sahl mampu membuat lensa yang dapat memfokuskan cahaya tanpa aberasi
geometri yang dikenal
sebagai kanta asperik. Manuskrip Ibn Sahl ditemukan oleh Thomas Harriot pada tahun 1602, [4] tetapi tidak dipublikasikan walaupun ia bekerja dengan Johannes
Keppler pada bidang ini.
Pada tahun 1678, dalam Traité de la Lumiere, Christiaan Huygens menjelaskan hukum Snellius dari penurunan prinsip Huygens tentang sifat cahaya sebagai gelombang. Hukum Snellius dikatakan, berlaku hanya pada medium isotropik atau "teratur" pada kondisi cahaya
monokromatik yang hanya mempunyai frekuensi tunggal, sehingga bersifat reversibel.[5] Hukum
Snellius dijabarkan kembali dalam rasio sebagai
berikut:
No comments:
Post a Comment