Dalam artikel ini membahas tentang macam-macam doa qunut dan pelaksanaannya berdasarkan empat madhab, yaitu Imam Asy-syafi’i, Hambali, Hanafi dan Maliki. Terdapat tiga macam doa qunut yang dilakukan oleh mayoritas ummat islam diseluruh dunia (Ahlussunnah Waljamaah), yaitu Qunut Nazilah, Qunut Shalat Tarawih, dan Qunut Shalat Shubuh. Selanjutnya kita akan bahas ketiga macam doa qunut ini secara ringkas.
Pertama,
doa Qunut Nazilah, yaitu doa yang dibacakan setelah ruku' (i'tidal) pada rakaat terakhir shalat. Hukumnya sunnah hai'ah (kalau
lupa tertingal tidak disunnahkan sujud sahwi). Qunut Nazilah dilaksanakan
karena ada peristiwa (mushibah) yang menimpa, seperti bencana alam, wabah
penyakit dan lainnya. Qunut Nazilah ini mencontoh Rasulullah SAW Yang
memanjatkan doa Qunut Nazilah selama satu bulan atas mushibah terbunuhnya Qurra'
(para sahabat Nabi SAW yang hafal Al-Qur'an) di sumur Ma'unah. Juga
diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa "Rasulullah SAW kalau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa
atas kejahatan seseorang, maka beliau doa qunut setelah ruku” (HR. Bukhori
dan Ahmad).
Kedua, qunut shalat witir.
Menurut pengikut Imam Abu Hanifah (hanafiyah) qunut witir dilakukan dirakaat ketiga
(rakaat terakhir) sebelum ruku' pada setiap shalat sunnah. Menurut pengikut
Imam Ahmad bin Hambal (hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku'. Menurut
Pengikut Imam Syafi'i (syafi'iyyah) qunut witir dilakukan pada akhir shalat
witir setelah ruku' pada separuh kedua bulan Ramadhan (tanggal 16-30 Ramadhan).
Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan.
Ketiga, doa qunut pada
raka'at kedua shalat Shubuh. Menurut pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad
doa qunut shalat Shubuh hukumnya tidak disunnahkan karena hadits Nabi SAW bahwa
ia pernah melakukan doa qunut pada saat shalat Fajar selama sebulan telah
dihapus (mansukh) dengan ijma'
sebagaiman diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud:
Menurut pengikut Imam Malik
(Malikiyyah) doa qunut shalat Shubuh hukumnya sunnah tetapi disyaratkan pelan
saja (sirr). Begitu juga menurut
Syafi'iyyah hukumnya sunnah ab'adl (kalau lupa tertinggal disunatkan sujud
sahwi) dilakukan pada raka'at yang kedua shalat Shubuh. Sebab Rasulullah SAW
ketika mengangkat kepala dari ruku' (i'tidal)
pada rakaat kedua shalat Shubuh beliau membaca qunut, dan demikian itu "Rasulullah SAW lakukan sampai
meninggal dunia (wafat)" (HR. Ahmad dan Abd Raziq). Imam Nawawi
menerangkan dalam kitab Majmu'nya:
"Dalam Madzhab kita (madzhab Syafi'i) disunnahkan
membaca qunut dalam shalat Shubuh, baik karena ada mushibah maupun tidak.
Inilah pendapat mayoritas ulama' salaf "
(Al-Majmu', juz 1 : 504).
Penulis berpendapat tentang
bagaimana dua hadits tentang doa qunut pada shalat Shubuh yang tampa' tidak
sejalan. Cara kompromi untuk mendapat kesimpulan hukum (thariqatu al-jam'i wa
al-taufiiq) dapat diuraikan, bahwa hadits Abu Mas'ud (dalil pendapat Hanafiyyah
dan Hanabilah) menegaskan bahwa Nabi SAW telah melakukan qunut selama sebulan
lalu meninggalkannya tidak secara tegas bahwa hadits tersebut melarang qunut
shalat Shubuh setelah itu. Hanya menurut interpretasi ulama yang menyimpulkan
bahwa qunut shalat Shubut dihapus (mansukh)
dan tidak perlu diamalkan oleh umat Muhammad SAW. Sedangkan hadits Anas bin
Malik (dalil pendapat Malikiyyah dan Syafi'iyyah) menjelaskan bahwa Nabi SAW
melakukan qunut shalat Shubuh dan terus melakukannya sampai beliau wafat.
Kesimpulannya, ketika interpretasi sebagian ulama bertentangan dengan pendapat
ulama lainnya dan makna teks tersurat (dzahirun
nashs) hadits, maka yang ditetapkan (taqrir)
adalah hukum yang sesuai dengan pendapat ulama yang berdasarkan teks tersurat
hadits shahih. Jadi, hukum doa qunut pada shalat Shubuh adalah sunnah ab'adl,
yakni ibadah sunnah yang jika lupa tertinggal mengerjakannya disunatkan
melakukan sujud sahwi setelah duduk dan membaca tahiyat akhir sebelum salam. Wallahu a'lam bi-shawab.
Referensi
utama:
Buku
Hujjah Aqidah dan Amaiyah Kaum Nahdliyin
KH.
M Cholil Nafis, Lc., Ph.D
No comments:
Post a Comment