Oleh: H. Mubarok
Dikutip langsung dari Majalah
Waliyul ‘Azhim edisi 003, hal. 12-13
Berbicara
tentang rukun sholat maka berbicara tentang ilmu fiqih, khususnya pada bagian
tasyahud akhir. Menurut madhab Imam Syafi’i tasyahud akhir dalam sholat merupakan
rukun sholat, laahh… trus bagaimana dengan pendapat madhab lain…?? sebelum membahas tentang perbedaan pendapat antar madhab mengenai tasyahud akhir, mari kita simak terlebih dahulu
perbedaan pendapat madhab Imam Syafi’i mengenai tata cara duduk pada tasyahud
akhir.
Ulama
madhab Syafi’i sepakat bahwa tasyahud akhir merupakan
salah satu rukun sholat. Berdasarkan kitab Mabadiul Fiqhih juz empat, karangan Syekh
Al Arif Billah Umar Abdil Jabbar menyatakan bahwa duduk tasyahud akhir dan membaca shalawat kepada Nabi merupakan rukun sholat,
untuk duduk iftirasy pada tasyahud awal dan duduk tawaruk dalam tasyahud akhir
merupakan bagian dari sunah hay’at sholat. Begitu pula dalam kitab Fathul Mu’in halaman 22 menyatakan bahwa “disunnahkan duduk tawaruk dalam tasyahud akhir”. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam tasyahud akhir kita bisa menggunakan duduk iftirasy atau duduk
tawaruk, oleh sebab itu sering kali para ulama atau kiai menggunakan duduk
iftirasy dalam tasyahud akhir pada sholat sunah dan bahkan ada pula yang
menggunakannya pada sholat fardu.
Selain itu
ada beberapa perbedaan mengenai bagaimana tata cara duduk tawaruk, diantaranya
yaitu: pertama
dalam kitab Muqoddimatul Hadromiyah karangan Syekh Al Imam Al Alim Jamaluddin
bin Abdullah bin Abdur Rahman (Terjemah Madura hal. 48) menulis bahwa duduk tawaruk yaitu mengeluarkan kaki kiri
dari arah kaki kanan (dibawah tulang kering) dan menyentuhkan bokong/pantat
orang yang sedang duduk tawaruk ke bumi (tempat duduk), adapun kondisi tangan
yaitu merenggangkan jemari tangan kiri dan menggepalkan jemari tangan kanan serta
mengangkat jemari telunjuk ketika membaca “Ilallah”. Kedua dalam
kitab Bidayatul Hidayah
karangan Syekh Al-Ulama Al Arif Billah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad Al Ghozali, Menyatakan bahwa menyentuhkan
bokong/pantat ke tempat duduk, kemudian meletakkan kaki kiri keluar dari bagian
bawah kaki kanan (dibawah tulang kering) dan menegakkan telapak kaki kanan
(jemari kaki kakan menekuk), serta merenggangkan jemari tangan kiri dan
menggepalkan jemari tangan kanan dan mengangkat jemari telunjuk ketika membaca
“Ilallah”. Pendapat yang ketiga yaitu dari kitab Bulugul Maram karangan Syekh
Al Hafidz Ibnu Hajar AL Asqalani, hadist ke 284 dari Abu Humaidi (dalam
penggalan hadist) berkata “saya melihat
(Rasulullah) …… Bila duduk dalam dua rakaat beliau (Rasulullah) duduk diatas
kakinya yang kiri dan beliau (Rasulullah) tegakkan/luruskan kaki kanan. Bila
beliau duduk dalam rakaat terakhir, beliau (Rasulullah) memajukan kaki kirinya
yang kiri dan yang lain beliau (Rasulullah) tegakkan/luruskan dan beliau
(Rasulullah) duduk dengan pantatnya.
Dalam tiga
pendapat diatas yang menjadi perbedaan adalah posisi kaki kanan, lebih tepatnya
kondisi jemari kaki kanan. Pendapat pertama tidak menjelaskan jemari kaki kanan
harus ditekuk atau tidak, sedangkan pendapat kedua, posisi jemari kaki kanan di
tekuk kedalam sehingga telapak kaki kanan tegak. Sedangkan pendapat ketiga
dalam hadist dari Abu Humaidi menggunakan kata “Nashaba” (1) dalam terjemah
Bahasa Indonesia menggunakan arti “Luruskan” sedangkan (2) dalam terjemah
Bahasa Jawa menggunakan arti “tegakkan”, hal ini sama-sama benar. Pada intinya
dalam duduk iftirasy dan tawaruk kondisi jemari kaki kanan bisa ditekuk ke arah
dalam atau diluruskan. Lain halnya pada kondisi sujud yang mengharuskan jemari
(ibu jari) kaki kanan dan kiri ditekuk kearah dalam, apabila tidak di tekuk
(dalam sujud) maka sholatnya tidak sah.
Itulah
beberapa ikhtilaf dalam
madhab Syafi’i, sekarang kita bahas mengenai perbedaan antar madhab. Hal ini
dibahas dalam kitab Al Adzkar halaman 60, karangan Al Imam Al Mukarrom Syekh Muhyiddin Abi Zakariya Yahya, menyatakan bahwa “pahamlah kalian, sesungguhnya tasyahud akhir
itu wajib menurut Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan kebanyakan para ulama, tetapi
sunnah menurut Imam Hanafi dan Imam Maliki. Sedangkan tasyahud awal itu sunnah
menurut Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi dan kebanyakan para ulama,
tetapi wajib menurut Imam Ahmad”. Dari pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa Imam Ahmad mewajidkan tasyahud awal dan akhir, sedangkan Imam Hanafi dan
Imam Maliki Mensunnahkan tasyahud awal dan akhir. Dari kedua perbedaan pendapat,
Imam Syafi’i dan kebanyakan Ulama (Jamhurul Ulama) mengambil jalan tengah,
yaitu mensunnahkan tasyahud awal dan mewajibkan tasyahud akhir.
Itulah sedikit penjelasan singkat tentang tasyahud, semoga bermanfaat dan menambah wawasan dalam perbandingan madhab. Semakin paham seseorang tentang perbedaan pendapat dan tidak fanatik pada satu pendapat, akan menjadikan dia lebih dewasa dan mengerti kondisi ibadah dan perilaku orang lain. Barang kali kita menemukan sholat seseorang setelah sujud langsung salam, kita tidak boleh langsung mengfonis bahwa dia aliran sesat dan sholatnya tidak sah, karena kita tidak tau dia sholat mengikuti imam siapa, kalo menurut kita yang mayoritas Madhab Imam Syafi’i, sholat tersebut tidak sah. Akan tetapi lain hanya jika menurut madhab Hanafi dan Maliki, hal itu boleh-boleh saja, karena tasyahud akhir sunah. Masalah sholat yang mana yang akan diterima itu Wallahu A’lam…
No comments:
Post a Comment