MAKALAH
MAKAM TROLOYO, PENINGGALAN MAKAM MUSLIM ZAMAN MAJAPAHIT
Disusun oleh:
Husni
Mubarok (14030184011)
Nur Shabrina
Safitri (14030184036)
Aulia Fitri
Yunita (14030184060)
Nurita (14030184103)
Pendidikan Fisika Kelas
C 2014
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI
SURABAYA
2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi…..........................................................................
i
Bab I Pendahuluan.............................................................1
Bab II Pembahasan............................................................. 3
Bab III Penutup...................................................................
6
Daftar Pustaka ................................................................... 7
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragamaan suku bangsa yang tersebar
di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting dan sangat berpengaruh dalam
keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi Islam di Indonesia.
Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya menyangkut perbedaan bahasa, adat
istiadat dan sistem sosio-kultural pada umumnya, tetapi juga perbedaan orentasi
nilai yang menyangkut sistem keyakinan dan keragaman masyarakat. Kepercayaan
dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa-sisa tradisi memiliki
sistem pengatahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi sosial budaya masyarakat setempat merupakan bentuk jelas dari institusi lokal yang mengatur tatanan masyarakat. Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam, berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur kebudayaan Islam itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian Indonesia, sehingga lahirlah kebudayaan baru yang merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha. Kebudayaan iSlam dengan Hindu-Budha dapat dilihat dari Seni bangunan. Misalkan saja makam. Makam sebagai hasil kebudayaan zaman Islam memiliki cirri-ciri perpaduan atara unsur budaya islam dan unsure budaya sebelumnya yaitu Hindu-Budha. Untuk itu akan dibahas akulturasi dari kebudayaan tersebut yang disertai foto sebagai bukti dan analisis laporan mata kuliah Islamism dengan mengangkat judul Makam Troloyo, Peninggalan Makam Muslim Zaman Majapahit
Adanya hukum adat yang terbentuk dari tradisi sosial budaya masyarakat setempat merupakan bentuk jelas dari institusi lokal yang mengatur tatanan masyarakat. Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam, berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur kebudayaan Islam itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian Indonesia, sehingga lahirlah kebudayaan baru yang merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha. Kebudayaan iSlam dengan Hindu-Budha dapat dilihat dari Seni bangunan. Misalkan saja makam. Makam sebagai hasil kebudayaan zaman Islam memiliki cirri-ciri perpaduan atara unsur budaya islam dan unsure budaya sebelumnya yaitu Hindu-Budha. Untuk itu akan dibahas akulturasi dari kebudayaan tersebut yang disertai foto sebagai bukti dan analisis laporan mata kuliah Islamism dengan mengangkat judul Makam Troloyo, Peninggalan Makam Muslim Zaman Majapahit
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan hasil akulturasi kebudayaan Islam dengan Hindu-Budha di
Indonesia?
2. Bagaimana
sejarah dari makam Troloyo yang ada di Mojokerto?
3. Apa
hasil dari akulturasi kebudayaan tersebut pada zaman sekarang?
4. Apa
yang harus dilakukan oleh orang Musim di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
hasil akulturasi Islam dengan Hindu-Budha di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui sejarah dari makam Troloyo yang ada di Mojokerto.
3. Untuk
mengetahui hasil akulturasi tersebut pada zaman sekarang.
4. Untuk
menjadikan aset hasil kebudayaan dan sikap yang harus dilakukan oleh Orang
Muslim di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah akulturasi berasal dari bahasa Latin acculturate yang berarti
“tumbuh dan berkembang bersama”. Secara umum, pengertian akulturasi (acculturation) adalah
perpaduan dua buah budaya yang menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan
unsur-unsur asli dalam
budaya tersebut. Misalnya. proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling
bertemu dan saling memengaruhi. Telah kita ketahui bahwa Islam masuk ke
Indonesia dengan akulturasi budaya atau lebih dikenal dengan pribumisasi Islam.
Banyak bentuk peninggalan akulturasi Islam dengan agama lain seperti Hindu
ataupun Budha.
Di kota Mojokerto terdapat situs Trowulan yang merupakan
salah satu peninggalan dari kerajaan Majapahit. Menurut cerita rakyat, Troloyo
merupakan tempat peristrirahatan bagi kaum niagawan muslim dalam rangka
menyebarkan agama Islam kepada Prabu Brawijaya V beserta para pengikutnya. Di
hutan Troloyo tersebut kemudian dibuat petilasan untuk menandai peristiwa itu.
Tralaya berasal dari kata setra dan pralaya. Setra berarti tegal/tanah lapang
tempat pembuangan bangkai (mayat), sedangkan berarti rusak/mati/kiamat. Kata
setra dan pralaya disingkat menjadai ralaya.
Situs
Troloyo terkenal sebagai tempat wisata religius semenjak masa pemerintahan
Presiden Abdurahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Dur, saat
mengadakan kunjungan ziarah ke tempat tersebut. Sejak saat itu, tempat ini
banyak dikunjungi peziarah baik dari Trowulan maupun dari daerah lain, bahkan
dari luar Jawa Timur.Populernya Makam Troloyo ini juga disebabkan karena
seringnya dikunjungi oleh para pejabat tinggi. Selain itu, pada hari-hari
tertentu seperti malam Jumat Legi, haul Syekh Jumadil Qubro, dan Gerebeg Suro
di tempat ini dilakukan upacara adat yang semakin menarik wisatawan untuk
datang ke tempat ini.
Situs
Troloyo merupakan salah satu bukti keberadaan komunitas muslim pada masa
Majapahit. Situs ini terletak di Dusun Sidodadi, Desa Sentonorejo, Kecamatan
Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Untuk mencapai situs ini dapat ditempuh dari
perempatan Trowulan kearah selatan sejauh ± 2 km. Dahulu komplek makam Troloyo
berupa sebuah hutan, seperti hutan Pakis yang terletak lebih kurang 2 Km di
sebelah selatannya. Peneliti pertama kali P.J. Veth, hasil penelitiannya
diterbitkan dalam buku Java II yang diterbitkan dalam tahun 1878. Kemudian L.C.
Damais seorang sarjana berkebangsaan Perancis,hasil penelitiannya dibukukan
dalam “Etudes Javanaises I. Les Tombes Musulmanes datees de Tralaya” yang
dimuat dalam BEFEO (Bulletin de Ecole francaise D’extrement-Orient). Tome XLVII
Fas. 2. 1957. Menurut Damais angka-angka tahun yang terdapat di komplek makam
Troloyo yang tertua berasal dari abad XIV dan termuda berasal dari abad XVI.
Kepurbakalaan
yang ada di Troloyo adalah berupa makam Islam kuna yang berasal dari masa
Majapahit. Adanya makam kuna ini merupakan bukti adanya komunitas muslim di
wilayah ibukota Majapahit. Adanya komunitas muslim ini disebutkan pula oleh
Ma-Huan dalam bukunya Ying Yai - Sing Lan, yang ditulis pada tahun 1416 M.
Dalam buku The Malay Annals of Semarang and Cherbon yang diterjemahkan oleh
HJE. de Graaf disebutkan bahwa utusan-utusan Cina dari Dinasti Ming pada abad
XV yang berada di Majapahit kebanyakan muslim. Sebelum sampai di Majapahit,
muslim Cina yang bermahzab Hanafi membentuk masyarakat muslim di Kukang
(Palembang), barulah kemudian mereka bermukim di tempat lain termasuk wilayah
kerajaan Majapahit.
Pada masa
pemerintahan Suhita (1429-1447 M), Haji Gen Eng Cu yang diberi gelar A Lu Ya
(Arya) telah diangkat menjadi kepala pelabuhan di Tuban. Selain itu, duta besar
Tiongkok bernama Haji Ma Jhong Fu ditempatkan di lingkungan kerajaan Majapahit.
Dalam perkembangannya, terjadi perkawinan antara orang-orang Cina dengan
orang-orang pribumi.
Adanya situs
makam ini menarik perhatian untuk penelitian, antara lain P.J. Veth, Verbeek,
Knebel, Krom, dan L.C. Damais. Menurut L.C. Damais, Makam Troloyo meliputi
kurun waktu antara 1368–1611 M. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, hanya diketahui nama seorang yang dimakamkan di kompleks Makam
Troloyo, yaitu Zainudin. Namun nisan dengan nama tersebut tidak lagi diketahui
tempatnya, sedangkan nama-nama tokoh yang disebutkan di makam ini berasal dari
kepercayaan masyarakat.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa ketika Majapahit masih berdiri orang-orang Islam sudah
diterima tinggal di sekitar ibu kota. Ada dua buah kelompok atau komplek
pemakaman: sebuah komplek terletak di bagian depan yakni di bagian tenggara dan
sebuah lagi di bagian belakang (barat laut). Komplek makam yang terletak di
sebuah bagian depan berturut-turut sebagai berikut :
1.
Makam yang dikenal dengan nama Pangeran Noto Suryo,
nisan kakinya berangka tahun dalam huruf Jawa Kuno 1397 Saka (= 1457 M) ada
tulisan arab dan lambang ‘surya Majapahit”.
2.
Makam yang dikenal dengan nama Patih Noto Kusumo,
berangka tahun 1349 Saka (1427 M) bertuliskan Arab yang tidak lengkap dan
lambang surya.
3.
Makam yang dikenal dengan sebutan Gajah Permodo angka
tahunnya ada yang membaca 1377 Saka tapi ada yang membaca 1389 Saka, hampir
sama dengan atasnya.
4.
Makam yang dikenal dengan sebutan Naya Genggong, angka
tahunnya sudah aus, pembacaan ada dua kemungkinan : tahun 1319 Saka atau tahun
1329 Saka serta terpahat tulisan Arab kutipan dari surah Ali Imran 182 (menurut
Damais 1850).
5.
Makam yang dikenal sebagai Sabdo palon, berangka tahun
1302 Saka dengan pahatan tulisan Arab kutipan surah Ali Imran ayat 18.
6.
Makam yang dikenal dengan sebutan Emban Kinasih, batu
nisan kakinya tidak berhias. Dahulu pada nisan kepala bagian luar menurut
Damais berisi angka tahun 1298 Saka.
7.
Makam yang dikenal dengan sebutan Polo Putro, nisannya
polos tanpa hiasan. Menurut Damais pada nisan kepala dahulu terdapat angka
tahun 1340 Saka pada bagian luar dan tulisan Arab yang diambil dari hadist
Qudsi terpahat pada bagian dalamnya.
Sebagian dari nisan-nisan pada Kubur
Pitu tersebut berbentuk Lengkung Kurawal yang tidak asing lagi bagi kesenian
Hindu. Melihat kombinasi bentuk dan pahatan yang terdapat pada batu-batu nisan
yang merupakan paduan antara unsur-unsur lama unsur-unsur pendatang (Islam)
nampaknya adanya akultrasi kebudayaan antara Hindu dan Islam. Sedangkan apabila
diperhatikan adanya kekurangcermatan dalam penulisan kalimah-kalimah thoyyibah
dapat diduga bahwa para pemahat batu nisan nampaknya masih pemula dalam
mengenal Islam.
Kompleks
makam Troloyo ada dua kelompok makam. Di bagian depan (tenggara) dan di bagian
belakang (barat laut). Makam di bagian depan diantaranya: Kelompok makam
petilasan Wali Sanga, Kemudian di sebelah barat daya dikenali dengan sebutan
Syech Mulana Ibrahim, Syech Maulana Sekah dan Syech Abd, Kadir Jailani. Ada
pula Syech Jumadil Kubro. Sedang di utara Masjid terdapat makam Syech Ngudung
atau Sunan Ngudung. Kompleks makam di bagian belakang meliputi: Bangunan
cungkup dengan dua makam yaitu Raden Ayu Anjasmara Kencanawungu, kemudian
terdapat pula kelompok makam yang disebut Makam Tujuh atau Kubur Pitu yang
dikenal sebagai Pangeran Noto Suryo, Patih Noto Kusumo, Gajah permodo, Naya
Genggong, Sabdo palon, Emban Kinasih dan Polo Putro.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
yang bisa didapat dari makalah ini adalah:
1.
Akulturasi budaya kerajaan Majapahit yang merupakan
kerajaan Hindu-Budha nampak pada nisam dari makam Troloyo, dibuktikan dengan
adanya lambang kerajaan Majapahit pada salah satu nisannya.
2.
Pengaruh Islam pada masa itu dibawa oleh niagawan Cina
yang beragama Islam dan singgah di kawasan Troloyo. Seperti biasa, selagi
mereka berniaga, para pedagang Cina itu juga turut mengembangkan Islam di
kerajaan Majapahit. Sehingga pada daerah Troloyo ditemukan 7 situs pemakaman
yang identik dengan lambang kerajaan Majapahit dan tatanan dari makam yang
berupa Lengkung Kurawal yang tidak asing lagi bagi kesenian Hindu.
3.
Makam Troloyo menjadi situs wisata religi sejak zaman
pemerintahan presiden Abdulrahman Wahid. Akulturasi itu mampu menarik para
wisatawan yang tidak hanya ber-ziarah
namun juga mampu membelajarkan bahwa beda itu tidak selalu identik dengan
perbedaan.
4.
Muslim Indonesia bisa lebih menjalan Islam dengan
sebaik-baiknya. Islam datang di Indonesia tanpa kekerasan, Islam masuk di
Indonesia dengan membawa corak-corak baru dalam budayanya yang sekarang juga
mengakar pada budaya Kejawen. Sebagai
budaya tradisional yang perlu dilindungi masyarakat muslim Indonesia harus ikut
menjaganya. Dengan kajian-kajian Islam modern yang ada saat ini, tidaklah perlu
menilai bahwa ziarah pada makam itu salah, tidak ada yang salah dengan membaca
kalimat-kalimat tahlil dan thayyibah, semua kembali bergantung pada niat
awalnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://majapahit1478.blogspot.com/2011/03/situs-komplek-makam-troloyo.html
diakses pada hari Jumat 17 April 2015
http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/komplek-makam-troloyo.html
diakses pada hari Jumat 17 April 2015
No comments:
Post a Comment