KITAB FATHUR IZAR
BAB III
TATACARA DAN ETIKA BERSENGGAMA
Dalam
Kitab Ar-Rahmah, Imam Jalaluddin Abdurrahman Al-Suyuti berkata: “Ketahuilah
bahwa senggama tidak baik dilakukan kecuali bila seseorang telah bangkit
syahwatnya dan bila keberadaan sperma telah siap difungsikan. Maka dalam
keadaan demikian hendaknya sperma itu segera dikeluarkan layaknya mengeluarkan
semua kotoran atau air besar yang dapat menyebabkan sakit perut, karena dengan
menahan sperma ketika birahi sedang memuncak dapat menyebabkan bahaya yang
besar.
Adapun
efek samping terlalu sering melakukan senggama ialah dapat mempercepat penuaan,
melemahkan tenaga dan menyebabkan tumbuhnya uban.
3.1 Tata Cara
bersenggama
Diantaranya
adalah isteri tidur terlentang dan suami berada di atasnya. Posisi ini
merupakan cara yang paling baik dalam bersenggama. Selanjutnya suami melakukan
cumbuan ringan (Foreplay) berupa mendekap, mencium dan lain sebagainya sampai
ketika isteri bangkit birahinya maka kemudian suami memasukkan dzakar dan
menggesek – gesekkannya pada liang vagina (penetrasi).
Nah, pada saat suami sudah mengalami ejakulasi maka jangan mencabut dulu dzakarnya, melainkan menahannya beberapa saat disertai mendekap isteri dengan mesra. Baru setelah kondisi tubuh suami sudah tenang cabutlah dzakar dari vagina dengan mendoyongkan tubuhnya kesamping kanan. Menurut para ulama’ tindakan demikian merupakan penyebab anak yang dilahirkan kelak berjenis kelamin laki-laki.
Nah, pada saat suami sudah mengalami ejakulasi maka jangan mencabut dulu dzakarnya, melainkan menahannya beberapa saat disertai mendekap isteri dengan mesra. Baru setelah kondisi tubuh suami sudah tenang cabutlah dzakar dari vagina dengan mendoyongkan tubuhnya kesamping kanan. Menurut para ulama’ tindakan demikian merupakan penyebab anak yang dilahirkan kelak berjenis kelamin laki-laki.
Selesai
bersenggama hendaknya keduanya mengelap alat kelamin masing-masing dengan dua
buah kain, satu untuk suami dan yang lain untuk isteri. Jangan sampai keduanya menggunakan
satu kain karena hal itu dapat memicu pertengkaran.
Bersenggama
yang paling baik adalah senggama yang diiringi dengan sifat agresif, kerelaan
hati dan masih menyisakan syahwat. Sedangkan senggama yang jelek adalah
senggama yang diiringi dengan badan gemetar, gelisah, anggota badan terasa
mati, pingsan, dan istri merasa kecewa terhadap suami walaupun ia mencintainya.
Demikian inilah keterangan yang sudah mencukupi terhadap tatacara senggama yang
paling benar.
3.2 Etika
Bersenggama
Terdapat
beberapa etika bersenggama yang harus diperhatikan oleh suami. Meliputi tiga
macam sebelumnya, tiga macam ketika melakukannya dan tiga macam sesudahnya.
A. Etika Sebelum
Bersenggama
1.
Mendahului dengan bercumbu (Foreplay)
supaya hati isteri tidak tertekan dan mudah melampiaskan hasratnya. Sampai
ketika nafasnya naik turun serta tubuhnya menggeliat dan ia minta dekapan
suaminya, maka pada waktu itu rapatkanlah tubuh (suami) ke tubuh isteri.
2.
Menjaga tatakrama pada waktu bersenggama.
Maka janganlah menyutubuhi isteri dengan posisi berlutut, karena hal demikian
sangat memberatkannya. Atau dengan posisi tidur miring karena hal demikian
dapat menyebabkan sakit pinggang. Dan juga jangan memposisikan isteri berada di
atasnya, karena dapat mengakibatkan kencing batu. Akan tetapi posisi senggama
yang paling bagus adalah meletakkan isteri dalam posisi terlentang dengan
kepala lebih rendah daripada pantatnya. Dan pantatnya diganjal dengan bantal
serta kedua pahanya diangkat dan dibuka lebar-lebar. Sementara suami mendatangi
isteri dari atas dengan bertumpu pada sikunya. Posisi inilah yang dipilih oleh
fuqoha’ dan para dokter.
3.
Bertatakrama pada saat memasukkan dzakar.
Yaitu dengan membaca ta’awudz dan basmalah. Disamping itu juga
menggosok-gosokkan penis di sekitar farji, meremas payudara dan hal lain yang
dapat membangkitkan syahwat isteri.
B. Etika Senggama
Sedang Berlangsung
1.
Senggama dilakukan secara pelan-pelan dan
tidak tergesa-gesa (ritmis).
2.
Menahan lebih dulu keluarnya mani
(ejakulasi) pada saat birahinya mulai bangkit menunggu sampai isteri mengalami
inzal (orgasme). Karena yang demikian dapat menciptakan rasa cinta di hati.
3.
Tidak terburu-buru mencabut dzakar ketika
ia merasa isteri akan keluar mani, karena hal itu dapat melemahkan ketegangan
dzakar. Juga jangan melakukan ‘azl (mengeluarkan mani di luar farji) karena
yang demikian itu merugikan pihak isteri.
C. Etika Sesudah
Senggama
1.
Menyuruh isteri supaya tidur miring ke
arah kanan agar anak yang dilahirkan kelak berjenis laki-laki, insya Allah.
Bila isteri tidur miring ke arah kiri maka anak yang dilahirkan kelak berjenis
kelamin perempuan. Hal ini menurut hasil sebuah percobaan.
2.
Suami mengucapkan dzikir di dalam hati
sesuai yang diajarkan Nabi yaitu ;
(54:شَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصَهْرًا وَكَانَ رُبُّكَ قَدِيْرًا
(الفرقان اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ
Artinya : “Segala
puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dari air, untuk kemudian
menjadikannya keturunan dan mushoharoh. Dan adalah Tuhanmu itu maha kuasa.” (QS. Al- Furqon : 54)
3.
Berwudlu ketika hendak tidur ( wudlu ini
hukumnya sunah) dan membasuh dzakar bila hendak mengulangi bersenggama.
Dikutip dari
sebagian Ahli Tsiqoh (orang yang dapat dipercaya) bahwa barangsiapa ketika
menyetubuhi isterinya didahului dengan membaca basmalah, surat Ikhlas, takbir,
dan tahlil serta membaca :
بِسْمِ اللهِ الْعَلِيِّ
الْعَظِيْمِ اَللّهُمَّ اجْعَلْهَا ذُرّ ِيَّةً طَيِّبَِةً إِنْ كُنْتَ قَدَّرْتَ
أَنْ تُخْرِجَ مِنْ صَلْبِىْ اَللّهُمَّ جَنِّبْنِىْ الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ
الشّيَْطَانَ مَا رَزَقْتَنِىْ.
Kemudian suami
menyuruh isterinya tidur miring kearah kanan. Maka jika dari hasil jima’ itu Allah mentakdirkan isteri
mengandung, maka anak yang lahir nanti akan berjenis kelamin laki-laki dengan
izin Allah. Dan saya telah mengamalkan dzikir serta teori ini. Dan sayapun
menemukan kebenarannya tanpa ada keraguan. Dan hanya dari Allah lah pertolongan
itu. Demikian penggalan komentar Imam As-Suyuthi.
Sebagian
Masyayikh mengatakan: “Barangsiapa menyetubuhi isterinya lalu ketika ia merasa
akan keluar mani (ejakulasi) ia membaca dzikir :
لاَ يُدْرِكُهُ اْلأَبْصَارُ وَهُوَ
يُدْرِكُ اْلأَبْصَارَوَهُوَ اللَّطِيْفُ اْلخَبِيْرُ
maka apabila Allah mentakdirkan, anak yang dilahirkan
kelak akan mengungguli kedua orang tuanya dalam hal ilmu, sikap, dan amalnya,
Insya Allah.”
Penulis kitab
hasyiah Bujairomi alal Khotib tepatnya dalam sebuah faidah menyatakan :”Saya
melihat tulisan Syekh Al-Azroqy yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW di sana
tertulis bahwa seseorang yang menghendaki isterinya melahirkan anak laki-laki,
maka hendaknya ia meletakkan tangannya pada perut isterinya di awal
kehamilannya sembari membaca do’a:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللهُمَّ إِنِّي أُسَمِّيْ مَا فِيْ بَطْنِهَا مُحَمَّدًا فَاجْعَلْهُ لِيْ
ذَكَرًا.
maka kelak anak yang dilahirkan akan berjenis kelamin
laki-laki. Insya Allah mujarab.
No comments:
Post a Comment